2. Irwan Dian Ardiansyah
Kakak dari Hendriansyah ini mulanya lebih fokus ke motocross. Dunia garuk tanah yang ditekuninya ini membuahkan 7 gelar nasional secara beruntun dari tahun 1996 - 2002.
Sedangkan untuk gelar Internasional, Dian memulai prestasinya di tahun 1995, menjadi Juara III Pemula 250 cc GFI Winter Series LACR California, Amerika Serikat, Peringkat VII 125 cc KTM Supercross Perth Australia (1996), Juara IV FIM Asia Supercross Medan (2001), hingga Peringkat IV FIM Asia Supercross (2002).
Pensiun dari motocross, bukan berarti Dian lepas dari hingar bingar roda dua. Dian banting setang mengikuti jejak adiknya di road race. Prestasinya pun cukup bagus karena fisik yang ditempa di motorcross membuatnya tak perlu banyak waktu untuk adaptasi.
Bukan hanya itu saja, Dian pun sangat peduli dengan regenerasi di dunia garuk tanah dengan membangun akademi motocross. Setelah menyiapkan sirkuit, mekanik, hingga mes atlet, 2006 lalu IAMA (Irwan Ardiansyah Motocross Academy) pun didirikan.
Bentuk kepedulian Dian ini juga dibarengi rasa kekecewaan terhadap pemerintah yang kurang peduli terhadap dunia otomotif. Padahal, menurut Dian, untuk membangun sirkuit motocross sangat murah. cukup menyediakan tanah yang luas, membentuk gundukan-gundukan untuk jumping, dan ada sumber air.
Bermula dari dunia grasstrack ketika SMP, prestasinya sudah mulai nampak. Lulus SMA Ayah Aep membelikan Motor Trail seharga 15 juta-an untuk mendukung karir anaknya.
Prestasi luar biasa yang diterjang Aep Dadang menjadi juara nasional 4 kali beruntun dari 2003 - 2006 mengantarkannya untuk diberangkatkan PP IMI bertarung di negeri kanguru. Prestasinya pun cukup baik yaitu selalu menyodok 5 besar. Di level kejuaraan Asia juga langganan 3 besar.
Pengalaman dan prestasi seabrek yang dimiliki membuatnya masih dapat kesempatan untuk berabung di tim elit dan berduit saat ini. Pernah membela tim satelit MX Djagung Malang Husqvarna. Dan sekarang merapat di Tim Dumasari bersama pembalap dari New Zealand dan Australia.
Berkat hasil bermain motocross juga, Aep sanggup membangun sirkuit motocross sendiri seluas sekitar 1,5 hektar di daerah Panyirapan, Soreang dengan dua orang mekanik pemeliharaan. Lahan tersebut akan digunakan untuk mendidik crosser-crosser muda.
Ketertarikan Yamaha untuk mengorbitkan Doni di pentas dunia adalah saat melihat bakat Doni di OMR (One Make Race) Yamaha, dan Doni juga berhasil menjadi juara di Yamaha Asean Cup Race di usia bocah. Dari situlah rencana besar mulai disusun YMKI.
Dimulai dari menjadi wild card kelas 125 cc di Sepang, dua kali tampil doni tidak di overlap. Lalu langkah kedua, Doni juga menjadi satu - satunya pembalap Indonesia yang mengikuti Kejurdu MotoGP kelas 250 cc, padahal Yamaha tidak memiliki motor 2-tak 250 yang mumpuni untuk bertarung dengan Aprilia, Honda, maupun Gilera.
Prestasi yang tak kunjung memuaskan memutuskan Doni harus turun tahta di ajang WSS 600cc. Kejuaraan ini juga tak kalah ketat di daratan eropa dan Amerika. Doni benar-benar seperti ikan yang baru belajar berenang dikepung kumpulan ikan hiu.
Tuntutan sponsor yang sudah pasti sulit dipenuhi Doni untuk langsung berprestasi membuatnya harus kembali ke level Asia. Doni berlaga FARRC untuk kembali harus menunjukkan kelasnya. Namun toh Doni tetap mengukir prestasi. 12 Mei 2012 di ajang Losail Asia Road Racing Series (LARRS), Doni menjadi yang terbaik.
Banyak pihak yang menyayangkan langkah terburu-buru YMKI. Seharusnya level Doni ditingkatkan sedikit demi sedikit seperti mengikuti All Japan Road Race Championship atau Kejuaraan WSS Eropa seperti Casey Stoner. Karena mencetak pembalap world class, tidak segampang seperti memasak mi instan.
gas pollllll....
BalasHapus